Join The Community

Premium WordPress Themes

Jumat, 21 Oktober 2011

Sinopsis "Warrior Baek Dong Soo" Episode 2

Judul : Warrior Baek Dong Soo
Episode : 01 | 02 | 03 | 04 | 05 | 06 | 07 | 08 | 09 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 |
Episode 02 


Ketika si bayi Baek Dong Soo akan direbus hidup-hidup, Pangeran Mahkota Sado datang membawa surat perintah Raja yang menyelamatkan Gwang Taek, yang kemudian mengorbankan lengan kirinya demi menyelamatkan si bayi Dong Soo. Gwang Taek menahan semua rasa sakit akibat lengannya yang putus tanpa bersuara sedikitpun …. namun keringat deras mengucur dari tubuhnya ….

Pangeran Sade membalut lengan Gwang Taek yang putus, dan meminta maaf karena ketidakberdayaannya. Gwang Taek memberitahunya kalau ia akan menjadi Raja, dan harus memiliki pikiran yang teguh dan hati yang kuat. Di lain sisi di tempat yang sama, Kepala Polisi Hong Dae Ju memberitahu bawahannya, karena mereka telah melakukan sejauh ini, maka mereka seharusnya menyelesaikan tugas mereka sementara masih ada kesempatan yang terbuka. Dia mengirim salah satu anak buahnya untuk menghubungi Hoksa Chorong – Kelompok Pembunuh Gelap Bayaran.


Gwang Taek dengan terhuyung-huyung, lengan kanan memegang si bayi, menuju ke keramaian dan bertemu dengan rekannya, Sa Mo dan Dae Pyo. Mereka berdua melihat dengan rasa ngeri pada lengan Gwang Taek yang hilang. Sa Mo segera saja memburu pergi untuk mencari tabib dan menggiring si tabib ke rumahnya, yang mana Dae Pyu sudah membawa Gwang Taek dan bayi masuk. Tabib itu menyembah-nyembah dengan ketakutan di hadapan mereka semua. Bagaimanapun juga, yang sebenarnya diinginkan Sa Mo hanyalah agar si tabib merawat Gwang Taek, menyelamatkan hidup si bayi Dong Soo dan mengobati cacat tubuhnya. Sa Mo mengancam si tabib dengan memeragakannya, mengatakan kalau ia akan memotong salah satu anggota tubuhnya jika tidak menyelamatkan Gwang Taek dan si bayi.
Berita sampai di sarang Hoksa Chorong kalau sekarang Gwang Taek telah kehilangan sebuah lengannya. In menyerbu masuk dan memberitahu Chun dan Ji berita itu. Keduanya tertegun karena shock. Dan In memberitahu Chun kalau Kepala Polisi Hong ingin bertemu dengannya.

 

Chun dan In menemui Hong di sebuah tempat rahasia. Hong meminta pada Chun untuk membunuh Gwang Taek dan si bayi, menyodorkan sebuah kotak berisi emas ke hadapan Chun sebagai pembayarannya. Chun menjawab dengan pedas walaupun Gwang Taek berharga begitu tinggi tapi ia tak akan melakukan permintaan Hong, ia tidak membunuh bayi!. (Kuerenn …. gimana ndak … sementara Hong duduk dengan sopan dan bawahannya sangat gelisah, Chun sendiri duduk seenaknya dan sambil minum-minum… ). Hong bertanya apakah ini artinya dia akan mengingkari perjanjian mereka sebelumnya. Chun mengangkat bahunya dan berkata, “Perjanjian bisa berubah”. Hong bertanya lagi apakah ia benar-benar bermaksud demikian, dan Chun berdiri untuk beranjak pergi, mengatakan “Itu terserah kau yang menilainya”, melemparkan sepotong emas melewati ruangan ke hadapan Hong.
In, di lain pihak, lebih dari gembira melihat sikap Chun, merangkak menuju kotak penuh dengan emas dan menawarkan jasanya.
Sementara itu, si tabib sedang membungkus seluruh tubuh bayi Dong Soo dengan potongan bambu. Si tabib memberitahu mereka kalau ini ada kemungkinan untuk berhasil bahkan sebaliknya, tapi hanya ini satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mengobati cacat tubuh si bayi. Dong Soo harus memakainya untuk sementara waktu saja atau bahakn akan dikenakan seumur hidupnya, tidak bisa dipastikan dengan tepat.


Gwang Taek pergi bersama dengan Sa Mo dan Dae Pyu, kemudian berpisah dengan mereka berdua di tengah perjalanan, mengatakan kalau Hong Dae Ju sudah pasti tidak akan berhenti mengejar dirinya sampai ia terbunuh, jadi lebih aman bagi dirinya dan si bayi untuk meninggalkan Joseon. Gwang Taek meminta Dae Pyo untuk memeriksa keadaan hyung (kakak) mereka, Yeo Cho Sang, dalam perjalanannya nanti. Gwang Taek telah mendengar kalau Cho Sang memiliki seorang anak. Dae Pyo tidak begitu gembira, dan bertanya apakah tidak lebih baik Gwang Taek saja yang menjenguknya. Tapi kemudian Dae Pyo menghela napas dan setuju dengan usul Gwang Taek. Gwang Taek menyuruh Sa Mo untuk menjelaskan pada Pangeran Sado apa yang sebenarnya telah terjadi, dan kemudian pergi meninggalkan mereka.

 
Dan kemudian mereka bertiga berpisah, Sa Mo kembali ke rumahnya, Dae Pyo kembali ke kota asalnya, Gwang Taek dan si bayi Dong Soo pergi jauh. Tapi , saat mereka belum lama memasuki hutan, Gwang Taek merasa ada sesuatu yang janggal. Sebotol minuman dilemparkan ke arahnya dari atas sebuah pohon.


Chun ternyata telah menunggunya (bertengger di sebuah cabang pohon). Chun memberitahunya untuk tidak usah cemas, karena ia menemui Gwang Taek bukan untuk membunuhnya. Mereka berdebat sedikit mengenai lengan Gwang Taek dan si bayi, dan kemudian Chun memberitahunya kalau Gwang Taek harus menjaga dirinya sendiri dalam perjalanan ini, karena dirinya bukanlah satu-satunya orang yang dikirim untuk membunuh Gwang Taek.

 

Ketika Gwang Taek berjalan di pantai, ia tiba-tiba diserang oleh sekelompok orang dipimpin oleh In. Dan mereka segera bertarung dengan Gwang Tae berusaha melindungi keselamatan dirinya dan si bayi. Gwang Taek sedikit kewalahan karena ia sekarang masih lemah karena banyak kehilangan darah, apalagi ia juga hanya memiliki satu lengan melawan 9 orang, termasuk si In. Gwang Taek terperangkap dalam kepungan musuh-musuhnya dan In mengejeknya untuk meletakkan si bayi jika ingin selamat, tapi Gwang Taek menghinanya balik. Ketika Gwang Taek dalam tekanan yang berat, seorang bertopeng memacu kudanya untuk menyelamatkan Gwang Taek (dan si bayi)! Dan mereka segera saja bergegas pergi.
Dae Pyo sedang menyelinap ke sana sini melalui pasar dalam perjalanan menuju ke kota asalnya, dan bertemu dengan hyung-nim nya, Cho Sang sedang diseret dan dipukuli oleh banyak orang. Dia segera pergi menyelamatkannya dan membayar utang-utangnya. Mereka pergi dan mencari tempat sepi untuk duduk dan bercakap-cakap. Cho Sang memberitahunya kalau anaknya terlahir dengan takdir menjadi seorang pembunuh. Dae Pyo menegurnya karena mempercayai omong kosong semacam itu. Tapi Cho Sang membantahnya, mengatakan kalau dai tidak pernah bisa bertarung sebaik Gwang Taek, tapi bakatnya dalam melihat takdir seseorang tiada yang dapat menandinginya. Dan sekarang anaknya ditakdirkan menjadi seorang pembunuh yang sadis.
Dae Pyo memintanya untuk berhenti memikirkan hal itu, lebih baik ia merawat kesehatannya dan berhenti mimum-minum, karena minumanlah yang akan membunuhnya suatu hari nanti. Cho Sang menyuruhnya pergi dan kemudian pergi untuk mendapatkan perawatan. Dae Pyo menghela napas pasrah melihat Cho Sang yang pergi ke rumahnya. Di rumahnya, Cho Sang terus saja minum, merenungkan takdir anaknya sebagai seorang pembunuh. Semakin lama ia pikirkan semakin ia merasa harus mencegah takdir ini terjadi dan memutuskan untuk membunuh anaknya itu. Tapi istrinya berusaha untuk mencegahnya dan melarikan diri dengan bayinya, tapi Cho Sang mengejarnya kemudian merebut bayinya dan mendorong istrinya ke pinggir.


Cho Sang mengambil sebuah tombak dan ketika Cho Sang berusaha untuk menusuk si bayi, sang istri melemparkan dirinya sendiri ke atas si bayi, dan sebagai gantinya ia yang tertusuk di punggung. Sang istri mati di kakinya (yang mana Cho Sang menyalahkan kematiannya dikarenakan takdir si bayi), dan kemudian Cho Sang sekali lagi mengangkat tombak di atas si bayi …… dan MENUSUK !!!


Di satu tempat rahasia, Gwang Taek berhadapan dengan penolongnya. Ternyata itu Ji ! Gwang Taek sangat-sangat terkejut dan bertanya apakah tidak masalah bagi Ji untuk membantu dirinya, (Gwang Taek memanggil Ji dengan Ga Ok, nama aslinya … kelihatannya ada hubungan spesial di antara mereka berdua di masa lalu). Ji tidak menjawabnya tapi sebaliknya membalut luka Gwang Taek. Ji kemudian bertanya mengenaai si bayi, dan bertanya-tanya apakah nanti saat ia bertumbuh dewasa, si bayi akan melihatnya sebagai seorang yang baik atau justru membencinya. Gwang Taek meminta Ji untuk pergi bersama-sama ke Qing dengan dirinya dan si bayi. Ji bertanya-tanya apakah ia benar-benar bisa melakukan hal itu. Gwang Taek mengangguk dengan lembut, dan kemudian mereka berciuman …. @.@ ….tapi Ji hanya bereaksi sedikit …. dan …..


Ji terbangun di samping Gwang Taek, diam-diam berdiri, berpikir kalau ia bahkan tidak dapat memimpikan kebahagiaan, dan ia akan terus mengingat dan menghargai ketulusan dari tawaran Gwang Taek. Kemudian Ji berpakaian dan pergi. Gwang Taek tidak menyadari apa yang Ji lakukan, ketika ia membuka matanya, tapi tampaknya tidak berusaha untuk menghentikan Ji.


Esok paginya, hanya Gwang Taek dan si bayi yang ada di tempat itu. Gwang Taek tiba-tiba terbangun karena merasakan ada ancaman bahaya. Dia segera menyusupkan si bayi di belakang sebuah batu besar dan kemudian keluar untuk memancing para penguntitnya menjauh dari gua tempat si bayi. Ternyata lagi-lagi si In, yang sekarang membawa lebih banyak anak buah.
Begitulah, Gwant Taek memancing mereka pergi dan sampai ke suatu padang rumput lebat, yang rumput-rumputnya sangat tinggi, melebihi tinggi manusia. Gwang Taek memasuki padang rumput itu yang segera dikejar oleh In dan anakbuahnya. Gwang Taek menggunakan taktik yang brilian, memancing satu persatu anak buah dari In, membuat In sangat gugup dan ketakutan karena tidak mendapati bayangan dari Gwang Taek namun semua anakbuahnya sudah hilang, tinggal ia seorang diri. Gwang Taek kemudian keluar menghadapinya, tapi In yang dulu sudah pernah keok, keder duluan dengan wibawa Gwang Taek dan menyembah minta ampun padanya.


Sementara itu, seorang pemburu lewat di depan gua tempat Gwang Taek bermalam, habis mengikuti seekor serigala melaluli hutan. Dia mendengar tangisan seorang bayi demikian juga si serigala, dan dia sangat ngeri ketika si serigala mendekati si bayi. Hwang segera meraih sebatang kayu di atas tanah dan menakut-nakuti si serigala sampai pergi.
Pada saat yang bersamaan, di lain tempat, Gwang Taek mengatakan pada In kalau ia tidak berharga untuk dibunuh … Jin Ki mengambil si bayi dan menggendongnya, berusaha menenangkan si bayi dan mencari-cari siapa gerangan pemilik bayi ini.
Gwang Taek kembali ke gua dan tidak menemukan siapapun kecuali selimut bayi yang tertinggal. Hatinya mencelos. Dia kemudian mulai mencari bayi Dong Soo dengan panik. Kelihatannya Gwang Taek walaupun ahli bertarung tapi bukanlah pencari jejak yang ahli karena tidak menemukan jejak dari Jin Ki (yang seorang pemburu). Dia mencari dengan rasa putus asa dan secara acak ke berbagai tempat, berusaha menemukan bayi malang itu, tapi tak menemukannya. Gwang Taek sangat masygul dan menyesal, merasa kalau dirinya adalah seorang penjaga bayi terburuk di dunia.



Untungnya, Jin Ki berhenti untuk memeriksa popok si bayi Dong Soo, dan menemukan potongan kain yang menyatakan siapa ayahnya. Dan kelihatannya Jin Ki tahu cukup banyak sehingga ia pergi menemui Sa Mo dan menyerahakan Dong Soo padanya. Sa Mo sangat shock karena hanya ada si bayi saja, dan mengira kalau sesuatu yang buruk pasti terjadi pada Gwang Taek, karena tidak mungkin Gwang Taek meninggalkan si bayi sendirian tanpa perlindungannya.
Gwang Taek yang tidak menemukan Dong Soo pergi ke Qing, dan karena perasaan menyesalnya yang teramat dalam, menjadi gelandangan di sana. Suatu hari seorang biksu menemukannya sedang tidur di pinggir jalan kemudian membawanya ke kuil, di mana ia kemudian belajar ilmu bertarung dari para biksu di sana. (Kelihatannya itu Shao Lin deh …)
12 tahun kemudian 
Tampak seorang anak berpakaian aneh, seperti banyak potongan bambu menutupi sekujur badannya, sedang diejek dan dicemooh oleh anak-anak desa lain yang seumuran dengannya. Yup … dia adalah Baek Dong Soo yang sekarang berumur 12 tahun. Pimpinan anak-anak itu memberitahu  Dong Soo, ia bisa berteman dan bermain dengan mereka jika ia mau terjun dari tebing dan meloncat ke air. Benarkah? Tentu saja! Mereka berjanji! Dan tentu saja jika ia tidak meloncat maka ia adalah seorang pengecut! Dong Soo yang tidak mau disebut pengecut dan yang sangat ingin berteman dan bermain dengan teman sebayanya menguatkan tekad dan terjun!



Yang justru sekarang membuat anak-anak itu ketakutan, karena Dong Soo bukan hanya tidak bisa berenang, tapi bambu pelindungnya juga mencegahnya untuk berusaha berenang. Jadi dia tenggelam ….
Dua dari mereka segera berlari menemui Sa Mo, yang kemudian segera berlari dan terjun ke air untuk mengangkat Dong soo keluar dari air dan kemudian …..
Di lain tempat …  Yeo Cho Sang, yang masih saja sibuk minum sedang berteriak-teriak memanggil anaknya, Yeo Un dan keluar untuk mencarinya. Kelihatannya Cho Sang tidak sampai hati menusuk mati anaknya. Yeo Un sedang di luar, berhujan-hujan di hutan, berlatih dengan pedang kayu melakukan berbagai macam gerakan pada pepohonan di hutan. Ketika ayahnya melihatnya, dia memukuli anaknya karena telah melanggar larangannya untuk berlatih pedang. Un menerima semua pukulan itu dengan senyum terhias di bibirnya … ouch ….


Dong Soo kembali ke rumah, merasa tertekan ketika Sa Mo mencoba menyuapinya dengan nasi sup hangat, memberitahunya kalau ia sungguh beruntung masih bisa hidup. Dong Soo berpendapat kalau hidupnya sungguh tak menyenangkan, karena dia menjadi bulan-bulanan dari anak-anak tetangga yang seusianya bahkan juga tidak bisa makan sendiri. Dan ia berteriak, seperti yang banyak diteriakkan oleh seluruh remaja di dunia “Aku harap aku tidak pernah dilahirkan!” Akibatnya Sa Mo justru memukulnya. Dong Soo berteriak kalau hidupnya bukan seperti orang yang hidup dan seharusnya ia mengikuti ayahnya yang meninggal, dan kemudian mulai menghantamkan kepalanya melawan sebuah tonggak. Sa Mo memeluknya dan memberitahu Dong Soo satu hal yang ia yakini, bahwa Dong Soo tidak akan mati dengan cara yang sia-sia.


Yeo Un kembali ke hutan berlatih dengan pedang kayunya, ketika anak-anak sebayanya berjalan melewatinya. Dia tak sengaja mendengar bisik-bisik mereka mengenai dirinya, mengatakan kalau ayahnya yang membunuh ibunya. Kelihatannya ini berita yang baru baginya dan dia kemudian berlari menemui ayahnya, yang sekali lagi sedang mabuk-mabukan, dan menanyakan kebenaran berita yang barusan ia dengar. Cho Sang mengakui kalau ia memang pembunuhnya, dan Yeo Un sangat marah sehingga memukul kepalanya dengan pedang kayu. Kepala ayahnya mulai berdarah, tapi ternyata tidak berpengaruh apapun, dan Yeo Un menjerit keras dan berlari kembali ke hutan.
Memang sudah takdirnya, karena ia akhrinya berpapasan dengan Chun, yang sedang berkuda dengan santainya.
Chun mengawasinya, seorang remaja yang murka dengan pedang kayu di tangannya, kemudian berusaha membuka percakapan, tapi karena Yeo Un dalam keadaan kesal dan murka, ia tidak menjawab saat Chun menanyakan namanya. Chun tidak menjadi marah, hanya tertarik dan tetap mengikutinya dari kejauhan.
Kemudian Yeo Un menemui anak-anak tadi, menghadapi pimpinannya, yang kembali menyebut ayahnya seorang pembunuh, maka demikian juga dengan Yeo Un … Tentu saja ini membuat pecahnya perkelahian, dan Yeo Un ternyata berhasil mengalahkan anak itu. Sementara Yeo Un memukuli pimpinan anak-anak itu, yang lain juga memukuli dirinya. Anak-anak itu kewalahan dan segera pergi meninggalkan Yeo Un.
Dan ketika Yeo Un sangat kesal dan kelelahan ketika memukul tanah karena saking frustasinya, Chun muncul di atas kudanya. Yeo Un berusaha menghancurkan tangannya sendiri ketika Chun bertanya lagi namanya.


Chun membalut tangannya dan lebih lanjut menunjukkan kebaikan hatinya, yang mungkin saja tidak pernah Yeo Un rasakan sebelumnya. Chun membawanya kembali ke rumah, tapi ketika Yeo Un nyata-nyata enggan kembali, Chun tertawa kecil dan bertanya apakah Yeo Un mau ikut dengannya. Chun menyatakan kalau Yeo Un memang menginginkannya, maka yang harus dilakukannya hanya mengikutinya saja kemudian pergi. Un menatap ayahnya, yang minum dan mabuk lagi, kemudian pada lengannya yang dibebat. (Mungkin dalam pemikirannya, ayahnya tidak pernah menunjukkan kehangatan yang diberikan oleh Chun padanya. Sebagai seorang anak yang haus kasih sayang dan dibenci oleh ayahnya, Un merasakan setitik perhatian dari Chun merupakan setetes air yang menyirami kegersangan hatinya).
Un kemudian membuat keputusan dan dengan tanpa bersuara mengikuti Chun. Dia terus mengikuti Chun dalam perjalanannya kembali ke sarang Hoksa Chorong, di mana Chun menyerahkan Un pada seorang bawahannya untuk dilatih menjadi seorang pembunuh. (Seperti yang telah diramalkan oleh ayahnya sendiri … )


Sementara itu Dong Soo, masih mencoba untuk menyuapi dirinya sendiri, dan merasa lebih frustasi dan kesal karena masih tidak bisa melakukannya. (Mungkin kalian heran mengapa cuma makan saja koq sulit, tapi memang demikian kejadiannya. Seluruh tubuh Dong Soo, terutama pada sendi-sendinya ditutup oleh belahan-belahan bambu, sehingga sendi-sendinya tidak bisa menekuk dengan leluasa, otomatis untuk menyuapi dirinya saja harus berusaha keras).
Saat Sa Mo memerintahkannya untuk tetap makan santapan malamnya, Hwang Jin Ki muncul untuk mengunjunginya, diikuti oleh seorang anak gadis dengan busur dan panah di punggungnya. Ini adalah Hwang Jin Ju, yang mengikuti Dong Soo keluar kemana anak-anak yang lain sedang bermain. Ketika seorang anak mengganggu Dong Soo, Jin Ju segera membelanya dan menghajar anak itu. Dan ini tentu saja membuat Dong Soo lebih malu lagi, dan ia segera saja pulang kembali ke rumah diikuti oleh Jin Ju. (Harga diri seorang lelaki terluka …. ahahhaah)
Jin Ki membawa sebuah buntalan yang ternyata berisi bermacam-macam perhiasan dan barang-barang lain untuk dijual, yang mungkin akan memakan waktu tidak sebentar, sehingga ia menitipkan Jin Ju pada Sa Mo. Sa Mo bertanya apakah Jin Ju adalah anaknya, tapi Jin Ki tidak pernah menjawab secara jelas, hanya memberitahu namanya. Dong Soo tidak begitu senang mengetahui kalau Jin Ju akan tinggal bersama mereka untuk sebulan, tapi Jin Ki sangat senang saat mengetahui kalau Dong Soo ternyata masih hidup dan kurang lebih dalam keadaan cukup baik.


Jin Ki sedang berjalan sendirian, ketika ia bertemu dengan Jin di suatu jembatan. Dia berlutut dan Jin menyapa serta memerintahnya, jelas posisi Jin lebih tinggi. Jin bertanya apakah jalanan selalu penuh dengan ancaman bahaya, Jin Ki menjawab tidak, tapi ada bisnis berbahaya di jalanan ini. Kelihatannya ini semacam kode rahasia. Ketika Jin berbalik, Jin Ki terlihat cemas dan mau berkata, “Tentunya …”, tapi Jin menyela kalau dirinya tidak tahu apa yang akan terjadi dan memberitahu pada Jin Ki untuk selalu waspada. Jin kemudian menghilang kembali ke dalam hutan.


Kembali ke Istana, Pangeran Sado sedang berlatih dengan para pengawalnya. Tombak yang ia gunakan sedikit terasa aneh di tangannya, dan dia melihatnya lebih teliti. Di bagian ujung senjata itu terbuka, menunjukkan separuh koin yang kemudian disimpannya.
Pangeran segera menghentikan latihannya dan kembali ke ruangannya bersama seorang pengawal kepercayaanya. Pangeran Sado mengetahui kalau setengah koin itu adalah peninggalan Raja Hyojong sebagai pertanda untuk menemukan buku legenda, mengenai Rencana Ekspedisi ke Utara, 100 tahun yang lalu.
Tak dinyana, sebagian pembicaraannya telah disadap oleh bawahan dari Tuan Hong, dan setelah pembicaraan mengenai buku legenda itu, bawahannya bertanya, “Apa rencana kita?”
Baek Dong Soo sedang mendapatkan pelajaran, di mana ia menunjukkan kalau memiliki ingatan yang luar biasa kuat, dan sekarang telah berhasil mempelajari seluruh obat-obatan yang ada di Joseon, termasuk racun-racun, di mana mendapatkannya dan bagaimana mengobatinya. Ini kemungkinan besar sangat berguna dalam perjalanan kehidupannya ke depan.



Dan kemudian kita mendapati Yeo un sedang berlari, yang kelihatannya adalah sebuah ujian. Dia harus mencapai markas Hoksa Chorong sebelum waktunya habis, bertarung dan berusaha memasuki markas. Yeo Un berhasil sampai tepat waktu dan diberi sebuah pedang (sungguhan!)
Chun bertanya apakah ia tahu apa arti sebuah pedang, dan ketika Un menjawabnya dengan senyuman, In memberitahu Chun, entah Yeo Un itu sangat cerdas atau sinting. Chun memberitahunya kalau seorang pembunuh bayaran tidak pernah merasa sedikitpun keraguan dalam hati, dan bertanya apakah ia mengerti maksud perkataannya itu. Un menjawab ya, dan In kemudian bertanya apakah Un tahu ujian terakhirnya itu apa, Un menjawab untuk membunuh seseorang yang dia paling sayangi. In berkata “Ding dong” (Grrrr… rasanya pengin menusuk si In) dan Un memilih ayahnya, yang justru membuat Chun sedikit khawatir.
Dong Soo sedang belajar di luar, ketika anak-anak sebayanya berlari masuk ke gudang dan mulai mengacaukan seisi gudang. Mereka tak sengaja menjatuhkan sebuah perapian dan membuat gudang terbakar. Mereka keluar sambil berteriak meminta pertolongan dan memberitahu Dong Soo kalau Jin Ju masih di dalam dan terperangkap dalam kobaran api. Dong Soo melihat ke sekelilingnya, meraih sebuah tikar dan pergi masuk ke dalam gudang yang terbakar untuk menyelamatkan Jin Ju. Saat ia berusaha menarik Jin Ju keluar, bangunan gudang mulai runtuh di sekeliling mereka, sebuah balok kayu jatuh di atas mereka, Dong Soo tak berpikir panjang segera menahannya dengan lengannya yang terbungkus bilah bambu, membuat mereka sekarang benar-benar terperangkap dalam gudang yang terbakar ….


-Bersmbung ke Episode 3-









0 komentar:

Posting Komentar